Menikah merupakan sunnah yang sangat dianjurkan oleh Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Secara naluri, manusia memang menginginkan pasangan sebagai tempat mencurahkan segalanya. Itulah sunnatullah.
Nabi menyuruh pemuda yang sudah siap, untuk menikahi seorang perempuan. Sebagaimana sabda beliau yang masyhur kita ketahui:
“Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki kemampuan , maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” [HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400]
Sungguh saya jadi teringat masa lalu, ketika belum menikah. Rasanya hati ini tidak tenang, melihat banyak wanita di dunia nyata maupun dunia maya rasanya ingin menikahinya semua, haha. Tapi setelah menikah, alhamdulillah rasanya hati ini tenang menghadapi kehidupan.
Maka benar sabda beliau, dengan menikah pandangan terjaga, hati juga tenang. Menundukkan pandangan akan terasa mudah daripada saat bujang.
Menikah dengan Sepupu, Bolehkah?
Syariat menikah itu mudah, syaratnya harus dengan lawan jenis yang bukan mahrom. Masyarakat Indonesia pada umumnya menganggap ‘mahrom’ itu orang yang tidak ada hubungan darah dengan kita. Padahal, dalam Alquran semuanya sudah dijelaskan secara gamblang.’
Nah, khusus masalah sepupu, banyak yang beranggapan bahwa menikahi sepupu itu tidak boleh karena hubungan darahnya sangat dekat. Karena salah satu orang tua dari si anak merupakan kakak beradik satu kandung.
Ada juga yang beranggapan bahwa menikahi sepupu itu hanya boleh jika yang kakak adik itu dari pihak ibu, bukan dari bapak. Mana yang benar, menikah dengan sepupu itu boleh atau tidak? atau ada syarat-syarat tertentu? Coba renungkan ayat berikut:
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اِنَّآ اَحْلَلْنَا لَكَ اَزْوَاجَكَ الّٰتِيْٓ اٰتَيْتَ اُجُوْرَهُنَّ وَمَا مَلَكَتْ يَمِيْنُكَ مِمَّآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلَيْكَ وَبَنٰتِ عَمِّكَ وَبَنٰتِ عَمّٰتِكَ وَبَنٰتِ خَالِكَ وَبَنٰتِ خٰلٰتِكَ الّٰتِيْ هَاجَرْنَ مَعَكَۗ وَامْرَاَةً مُّؤْمِنَةً اِنْ وَّهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ اِنْ اَرَادَ النَّبِيُّ اَنْ يَّسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَّكَ مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَۗ قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِيْٓ اَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُمْ لِكَيْلَا يَكُوْنَ عَلَيْكَ حَرَجٌۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
“Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah engkau berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang engkau miliki, termasuk apa yang engkau peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersamamu, dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi ingin menikahinya, sebagai kekhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki agar tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” [QS Al Ahzab: 50]
Ayat tadi berlaku sebagai dalil dibolehkannya menikah dengan sepupu. Dan jelaslah secara gamblang, yang dimaksud sepupu itu baik dari pihak ayah maupun pihak ibu, sama saja.
Cek Ini Sebelum Menikahi Sepupu
Meskipun hukum asalnya boleh menikah dengan sepupu, tapi ada satu hal penting yang bisa menjadi penghalang haramnya menikahi sepupu. Yaitu jika waktu kecil sepupu Anda meminum ASI dari ibu Anda, atau sebaliknya.
Sebab ketika seorang anak menyusu pada bibinya maka anak tersebut menjadi saudara sepersusuan dari anak wanita yang memberi ASI. Semoga bisa memahami penjelasan yang sedikit ribet ini. Jadi, siapapun yang menyusu pada satu wanita maka anak-anaknya wanita tersebut menjadi mahrom bagi orang yang menyusu.
Semoga bermanfaat